+6221 29533 215/+6221 29533 215
 Monday - Friday





News

News

Jalan Panjang Ilham Sampai di Meja Hijau


JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya bisa menyeret mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Sebelumnya upaya KPK untuk mempidanakan walikota Makassar dua periode ini mendapat perlawanan cukup sengit dari pria yang disebut-sebut dekat dengan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla ini.

Bagaimana tidak, lembaga antirasuah ini harus dua kali menetapkan Ilham Arief sebagai tersangka dalam kasus korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar periode 2005 hingga 2013. KPK juga harus dua kali menghadapi sidang praperadilan yang diajukannya.

Pada sidang praperadilan pertama  di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati sempat mengabulkan gugatan Ilham dan penetapannya  sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah. Sehingga KPK harus menetapkan  kembali Ilham sebagai tersangka.

Untuk penertapan tersangka yang kedua, Ilham juga kembali mengajukan gugatan praperadilan. Namun, kali ini ia "tidak beruntung", karena hakim tunggal Amat Khusairi menolak seluruh permohonan yang diajukan Ilham dan itu berarti ia tidak bisa lagi mengelak penyidikan KPK.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/10), Jaksa KPK Rini Triningsih, memaparkan cara-cara yang digunakan Ilham dalam melakukan tindak pidana korupsi. Menurut jaksa, Ilham telah mengarahkan Direksi PDAM Kota Makassar untuk menunjuk perusahaan tertentu sebagai rekanan PDAM.

Ia juga memerintahkan melakukan pembayaran air curah yang tidak dianggarkan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dan meminta untuk tetap melanjutkan kerja sama rehabilitasi, Operasi dan Transfer (ROT) Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang Tahun 2007 sampai 2013.

Padahal, Ilham mengetahui bahwa kerjasama itu mengakibatkan kerugian negara yang bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda yang telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008. Keputusan Menteri Negara Otonomi Daerah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Pedoman Akuntansi PDAM dan beberapa peraturan lainnya.

Akibatnya, Ilham dianggap melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri, orang lain maupun korporasi yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp45 miliar.

"Memperkaya diri terdakwa Rp5,505 miliar dan Hengky Wijaya (selaku Direktur Utama) PT Traya dan PT Traya Tirta Makassar Rp40,339 miliar," kata Jaksa Rini,saat membacakan dakwaan,  Senin (19/10).

KRONOLOGI KORUPSI - Jaksa Rini juga menceritakan awal mula kejadian ini. Pada sekitar Januari 2005 bertempat di kantor Wali Kota, Ilham Arief selaku Wali Kota Makassar bertemu dengan Hengky Widjaja yang merupakan Direktur PT Traya. Dalam pertemuan itu, Hengky menyampaikan keinginan agar perusahaannya menjadi investor dalam rencana Kerjasama Pengelolaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang Makassar.

Ilham Arief tampaknya tak butuh waktu lama untuk memikirkan permintaan itu. "Pada akhirnya terdakwa menyetujui permintaan (Hengky Widjaja) tersebut," kata Jaksa Rini.

Menindaklanjuti pertemuan itu, Ilham Arief memanggil para anak buahnya yaitu Muhammad Tadjuddin Noor selaku Badan Pengawas PDAM Kota Makassar Periode 2004-2005, Abdul Rachmansyah selaku Kepala Bagian Perencanaan PDAM, Ridwan Syahputra Musagani selaku Direktur Utama PDAM Makassar dan Abdul Latif selaku Asisten II Ekonomi Pembangunan dan Sosial Sekda.

Pada pertemuan itu, Ilham menyampaikan rencana Kerjasama Pengelolaan IPA II Panaikang. "Terdakwa juga menyampaikan telah menunjuk PT Traya sebagai investornya," pungkas Jaksa Rini.

Selanjutnya, pada 5 Januari 2005, Hengky yang juga menjabat Direktur Utama PT Tirta Cisadane yang merupakan anak perusahaan PT Traya mengirim surat kepada Ridwan Syahputra untuk mempresentasikan produk pengelolaan instalasi PDAM. Setelah mendapat persetujuan, ia memerintahkan anak buahnya Warta Sinulingga untuk mempresentasikan pengelolaan instalasi yang sebelumnya pernah dilaksanakan PT Tirta Cisadane dengan PDAM Tangerang.

Pada Pertengahan April 2005, sebelum proses lelang dimulai, Ilham Arief memperkenalkan Tadjuddin Noor, Abdul Latif, dan Abdul Rachmansyah kepada Hengky Widjaja dan Michael Iskandar yang merupakan staf PT Traya.

MENGARAHKAN LELANG - Sehari setelah pertemuan, Abdul Latif yang menjabat Asisten II Ekonomi Pembangunan dan Sosial Sekretaris Daerah kemudian memanggil Kepala Bagian Perencanaan PDAM Abdul Rachmansyah ke ruang kerjanya. Dan saat itu, ternyata Michael Iskandar telah hadir disana.

Latif, memerintahkan Rachmansyah agar berkoordinasi dengan Michael Iskandar supaya proses pelelangan diarahkan untuk memenangkan PT Traya sesuai perintah Ilham Arief. Untuk memastikan kemenangan Traya, Latif berkali-kali memanggil anak buahnya agar bobot nilai perusahaan tersebut lebih tinggi dan menjadi pemenang lelang.

"Untuk memenuhi kelengkapan administrasi pelelangan, panitia merekayasa dokumen pelelangan agar seolah-olah PT Traya memenuhi persyaratan sebagai pemenang lelang," kata Jaksa KPK lainnya Iskandar Marwanto.

Tak hanya itu, dalam dokumen lelang berupa pemberitahuan hasil lelang kepada peserta lelang tertanggal 18 April 2005, panitia telah meminta PT Traya untuk menandatangani Memorandum of Understanding (nota kesepahaman) meskipun belum ada penetapan pemenang. Sebab, pengumuman hasil akhir kualifikasi baru dilakukan panitia pada 4 mei 2005.

Setelah PT Traya dinyatakan sebagai pemenang pada tahap kualifikasi, pada 10 Mei 2005 Ridwan Syahputra meminta Hengky Widjaja untuk melakukan pra studi kelayakan dan menyiapkan draft MoU. Dan selanjutnya pada 20 September 2005, hasil pra studi kelayakan seolah-olah dibuat oleh konsultan profesional dalam hal ini PT Konsindo Lestari.

"Padahal PT Konsindo Lestari tidak pernah melaksanakan pekerjaan pra studi kelayakan pada IPA II Panaikang," tutur Jaksa Iskandar

Dengan dasar hasil pra studi kelayakan, PT Traya membuat draft MoU yang selanjutnya atas permintaan Ridwan, Ilham Arief memberikan persetujuan MoU antara PDAM Makassar dengan PT Traya tentang kerjasama ROT IPA II Panaikang kapasitas 1000 liter/detik dengan jangka waktu 9 bulan atau hingga Juli 2006.

PENERIMAAN SUAP - Sikap Ilham Arief yang begitu mudahnya menunjuk PT Traya sebagai pemenang tender memang tidak gratis. Dalam surat dakwaan Jaksa, ia disebut menerima uang total Rp2,5 milar dalam 10 kali termin pemberian. Berarti, Ilham menerima berturut-turut Rp250 juta. Bank yang digunakan pun sama, yaitu Bank Mega Cabang Panakukang Makassar.

Rincian penerimaan-penerimaan Ilham, menurut jaksa adalah;

1. 15 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Rudi Rachman staf PT Traya dan atas nama Yusuf Arsuni pada Bank Mega Cabang Panakukang Makassar.

2. 15 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama James Edward Chan staf PT Traya dan atas nama Suhardi Hamid pada pada bank yang sama

3. 16 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Elizabeth Charlie staf PT Traya dan atas nama Hasnawati Salahudin pada bank yang sama.

4. 16 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Ade Suryadi staf PT Traya dan Yusuf Arsuni.

5. 16 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Susanti Staf PT Traya dan Suhardi Hamid.

6. 16 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Go Gian Hoa staf PT Traya dan Hasnawati Salahudin.

7. 17 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Yuliani staf PT Traya dan Yusuf Arsuni.

8. 17 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Suhardi Hamid

9. 17 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Sulistyowati staf PT Traya dan Hasnawati Salahudin.

10. 18 Januari 2007 Rp250 juta dari Hengky Widjaja melalui rekening atas nama Sulastri staf PT Traya dan Hasnawati Salahudin.

11. 19 Maret 2010 melalui pencairan tiga cek yang masing-masing berjumlah Rp250 juta.

12. 1 Juni 2010 melalui pencairan dua cek masing-masing Rp200 juta yang dicairkan dan ditransfer anak buah Hengky dan kemudian diambil oleh Suhardi Hamid.

13. Pada 17 Oktober 2010 Ilham meminta uang kepada Hengky Rp1,34 miliar bertempat di Hotel Sultan, Jakarta.

14. 8 Desember 2011 Rp215 juta yang disetor tunai menggunakan nama Minto Harahap yaitu supir PT Traya.

15. 8 Desember 2010 Rp300 juta yang disetor tunai menggunakan nama Sugik Suyanto yang merupakan office boy PT Traya.

KERUGIAN NEGARA - Pada 4 April 2007, Muhammad Tadjuddin Noor dan Hengky Widjaja menandatangani Perjanjian Kerjasama ROT IPA Panaikang dengan nilai investasi untuk 2 tahun pertama sekitar Rp78,303 miliar. Uang sebesar itu terdiri dari biaya investasi Rp73,053 miliar dan biaya pre operation Rp5,25 miliar dan mencantumkan harga air curah yang dibayarkan PDAM kepada PT Traya sebesar Rp1.350 per meter kubik.

Padahal berdasarkan kajian keuangan dari Tim Kajian Kelayakan, nilai investasi yang diperlukan hanya sekitar Rp31,496 miliar. Dan apabila dioperasikan oleh PDAM terdapat keuntungan dari biaya selisih produksi dengan penjualan air sekitar Rp22,082 miliar.

"Sedangkan bila dioperasikan oleh PT Traya terdapat kerugian negara sebesar Rp7,198 miliar," ujar Jaksa Iskandar.

Setelah perjanjian kerjasama antara PDAM Kota Makassar dan PT Traya berjalan pada 7 Januari 2008 Badan Pengawas PDAM Makassar menyampaikan kepada Ilham melalui surat bahwa terdapat kelemahan dalam perjanjian kerjasama tersebut. Apabila tetap diteruskan maka berpotensi merugikan keuangan PDAM Rp27,105 miliar.

Atas perbuatan itu, Ilham memperkaya dirinya Rp5,505 miliar dan Hengky Widjaja Rp40,339 miliar yang seluruhnya bersumber dari selisih penerimaan pembayaran dengan pengeluaran resmi PT Traya Tirta Makassar. Dan jika dijumlah,maka total keseluruhan kerugian negara dalam hal ini PDAM Makassar berjumlah Rp45,844 miliar.

Atas perbuatannya itu, ia diancam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 sebagai perbuatan bersama-sama Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagai perbuatan berlanjut.